Tanah
sehat dan subur merupakan sistem hidup dinamis yang dihuni oleh berbagai
organisme (mikro flora, mikro fauna, serta meso dan makro fauna). Organisme
tersebut saling berinteraksi membentuk suatu rantai makanan sebagai manifestasi
aliran energi dalam suatu ekosistem untuk membentuk tropik rantai makanan.
Dalam ekosistem tanah, tropik rantai makanan dimulai dari tropik level pertama,
yaitu kelompok organisme (tanaman dan bakteri) produsen yang mampu memanfaatkan
sinar matahari sebagai sumber energinya. Selanjutnya diikuti oleh tropik kedua
hingga ke tingkat tropik yang tertinggi. Hal ini berarti, bahwa kehadiran suatu
organisme akan mempengaruhi keberadaan organisme lain secara langsung maupun
tidak langsung. Kesehatan tanah dapat dievaluasi secara kualitatif maupun
kuantitatif dengan menggunakan indikator seperti kemampuan tanah sebagai media
tumbuh tanaman maupun mikroba (Simarmata 2003).
Tanah
supresif adalah tanah yang kaya akan mikroba tanah, sehingga kondusif untuk
pertumbuhan tanaman, dan dapat menekan perkembangan mikroba patogen. Penggunaan
mikroba tanah dalam pertanaman dapat membantu penyediaan nitrat, fosfat dan
kalium serta unsur hara lainnya sehingga dapat meningkatkan kualitas
pertumbuhan tanaman di lapangan (Doran
2000).
Patogen tular tanah (soil-borne pathogens)
merupakan kelompok mikroorganisme
yang sebagian besar siklus hidupnya berada di dalam
tanah dan memiliki kemampuan untuk
menginfeksi perakaran atau pangkal
batang, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan
kematian bagi tanaman. Ciri-ciri
utama dari patogen tular tanah adalah
mempunyai stadia pemencaran dan masa
bertahan yang terbatas di dalam
tanah, walaupun beberapa patogen tular tanah ini dapat
menghasilkan spora udara sehingga
dapat memencar ke areal yang lebih luas (Hidayah et al 2009).
Penyakit
busuk pangkal pada Bawang Merah berkembang pesat pada suhu tanah 21-33 0C,
dengan suhu optimum 28 0C, serta kelembaban tanah tinggi. Serangan hebat
terjadi pada tanah yang mengandung banyak kalium, atau tanah yang mengandung
bahan organik (BO) yang tinggi tetapi drainase buruk. Suhu yang meningkat
selain membantu pertumbuhan Fusaiurm oxysporum, dapat mengakibatkan
pelunakan pada akar tanaman yang menyebabkan akar tanaman menjadi mudah luka
dan dengan pelunakan dan luka pada perakaran tersebut sangat memudahkan patogen
dalam proses penetrasi pada tanaman inang (Agrios 2005).
Temperatur
optimum untuk pertumbuhan F.oxysporum f. sp. cepae berkisar
antara 24 0C sampai 27 0C yang berpengaruh pada diameter
koloni dan berat kering setelah 146 dan 177 jam. Suhu tanah dapat menjadi
faktor utama yang memberikan respon untuk perkembangan busuk pangkal bawang yang
disebabkan oleh jamur Fusarium Oxysporum dalam
kondisi lahan di pegunungan, yang umumnya dingin dalam sebagian stadium
pertumbuhannya (Abawi &
Lorbeer 1972: dalam Choiruddin et al 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Abawi & Lorbeer 1972: Dalam Choiruddin, M.
Rizqi. 2010. Virulensi Dan Keanekaragaman Genetika
Fusarium Oxysporum F.
Sp. Cepae Penyebab Busuk
Pangkal Pada Bawang Putih.
Skripsi S1Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Agrios G N 2005. Plant Pathology. 4th Ed.
Academic Press. San Diego California. 633p.
Doran JW 2000. Soil Health and Sustainability: Managing the Biotic Component of Soil Quality. Applied Soil Ecology. (14): 223-229.
Hidayah
Nurul & Djajadi 2009. Sifat-sifat Tanah yang Mempengaruhi Perkembangan
Patogen Tular Tanah pada Tanaman Tembakau.
Perspektif Vol. 8 No. 2. Hlm 74- 83
Narisawa K Shimura F Usuki S Fukuhara and T
Hashiba 2005. Effects of pathogen density, soil moisture, and soil pH on
biological control of clubroot in Chinese cabbage by Heteroconium chaetospira.
Plant Disease 89 (3): 285-290.
Simarmata T Sumarni Y & Arief DH 2003.
Teknologi Bioremediasi Untuk Mempertahankan Keberlanjutan Kesehatan Tanah Dan
Produktivitas Tanaman Pada Ekosistem Lahan Kering Dalam Era Pertanian Ramah
Lingkungan Di Indonesia. Makalah dipresentasikan pada Seminar Kajian
Keilmuan Pertanian Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung
14 Juli 2003.