Daur nitrogen di alam sebagian besar
merupakan serangkaian proses metabolisme mikroba terhadap berbagai bentuk
senyawa nitrogen. Daur N meliputi 5 jenis reaksi alih rupa yang saling terkait,
yang masing-masing merupakan reaksi oksidasi-reduksi. Kelima reaksi alih rupa N
tersebut adalah penambatan N2 (dinitrogen), asimilasi nitrogen,
amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi (Mancinelli 2002).
Rhizobium merupakan jenis mikrob penambat N yang mampu bersimbiosis
dengan tanaman legum. Berdasarkan taksonominya, Rhizobium masuk ke dalam
divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriale famili
Rhizobiceae dan genus Rhizobium. Klasifikasi Rhizobium berdasarkan
pengelompokkan inokulasi silang. Prinsip pengelompokkan inokulasi silang didasarkan
pada kemampuan suatu isolat Rhizobium untuk membentuk bintil pada genus-genus
yang terbatas dari spesies legum yang satu sama lain berkerabat dekat. Rhizobium
hidup bebas dalam tanah dan dalam daerah perakaran tumbuhtumbuhan legum
maupun bukan legum. Walaupun demikian, bakteri Rhizobium dapat
bersimbiosis hanya dengan tumbuh-tumbuhan legum, hanya dengan menginfeksi
akarnya dan membentuk bintil akar di dalamnya (Subba Rao 1994).
Menurut Madigan et al (2000) gen yang berperan dalam
pembentukan bintil akar oleh Rhizobium disebut dengan gen nod. Gen nod
yang berperan dalam menginduksi terjadinya pembengkokan akar rambut dan
pembelahan sel tanaman adalah gen nod ABC yang disebut sebagai faktor Nods. Pembentukan
bintil diawali oleh akar yang mengeluarkan triptofan dan senyawa lain yang
menyebabkan peningkatan jumlah Rhizobium di sekitar akar. Triptofan
digunakan oleh bakteri dan diubah menjadi asam indolasetat (IAA) dan dipengaruhi
oleh asam-2-ketoglutarat & asam glutamat yang bertindak sebagai substrat.
Subba Rao (1977) menyatakan bahwa lAA inilah yang menyebabkan buIu-buiu akar
rnembengkok sebelum bakteri rnasuk kedalamnya.
Kebanyakan Rhizobium tumbuh optimum pada
pH yang netral. Reaksi optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan Rhizobium pada
pH 5,5-7,0 dengan batas kecepatan reaksi pada pH 3,2-5,0 pada keadaan asam dan
9,0-10,0 pada keadaaan alkali. Meskipun demikian ada beberapa strain Rhizobium
yang toleran masam. Pada strain ini pertumbuhannya terlihat lebih luas dan
mempunyai lendir yang lebih banyak (Elfiati 2006).
AM khususnya penting dalam
penyerapan unsur P karena ion-ion fosfat mudah teradsorpsi oleh kompleks
lempung dan terdifusi lambat dalam tanah sehingga kekahatan fosfat akan cepat
berkembang di sekitar akar yang aktif menyerap. Adanya AM maka hifa-hifa AM
akan mampu mengeksplorasi tanah melampaui zona kekahatan fosfat dan
meneruskannya ke dalam akar tanaman autobion. Pada saat diserap dan
dialihtempatkan oleh hifa AM, maka ion fosfat akan terhindar dari penjerapan.
Akibat dari infeksi akar oleh AM maka selain terdapat rhizosfer juga terbentuk
zona mikorhizosfer, yaitu volume tanah yang dipengaruhi oleh keberadaan hifa
ekstraradikal (Lindermann 2000).
Peningkatan serapan P pada tanaman
bermikoriza ditentukan oleh : 1) Spesies tanaman, kebutuhan P tanaman dan
potensial tanaman untuk memanfaatkan P tanah. 2) Kandungan P dalam tanah, 3) Infeksi
mikoriza yang tergantung pada tanaman dan adaptasi fungi pada tanah dan
lingkungan. 4) Efisiensi serapan P dari spesies mikorizanya (Kuyper et al 2004).
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa jamur VAM memberi keuntungan pertumbuhan pada tumbuhan yang
terkena kondisi cekaman kekeringan, tetapi jamur VAM tidak dibutuhkan pada
kondisi tanpa adanya cekaman, secara relative melengkapi kebutuhan unsur P pada
perbandingan tanaman – tanaman. Aktifitas mikoriza pada kondisi cekaman
kekeringan tidak hanya pada unsur P yang lebih baik namun juga dari dinaikkanya
pengambilan CO2 pada hantaran daun yang lebih baik. Mikoriza dapat meningkatkan
nutrisi tanaman dan menghasilkan hormon – hormon pertumbuhan seprti auksin dan
giberelin serta tanaman yang bermikoriza mampu tumbuh lebih baik karena dapat
mengambil unsur hara seperti N, P dan K lebih banyak dari dalam tanah (Mayerni et al 2008).

Elfiati
2006. Keanekaragaman Cendawan Mikoriza
Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia.
Edisi Khusus, No. 3 2007, Hlm. 371 – 378.
Kuyper TW
Cardoso IM Onguene NA Murniatiand
Van Noordwijk M 2004. Managing Mycorrhiza in Tropical
Multispecies Agroecosystem. In:Belowground Intsractiuns in Tropical
Agroecosystem. Van Noordwijk,M., Cadish,G. and Ong,C.K. (eds). CABI Publishing.243-259
Lindermaan 2000. Effect or Mychorizhas on Plant Tolerance To
Desaese. In : Arbuscular Mychorizas : Psicology and Function. Kapulnik, Y.
and Douds, D.D Jr. (eds) Kluwer Academic Publisher. Netherlands. 345-365.
Mancinelli 2002. Building Soila for Better Crops. Organic
Matter Management. Univ. Of Nebraska Press. Lincoln.
Mayerni R D Hervani 2008. Pengaruh Jamur Mikoriza Arbuskular terhadap
Pertumbuhan Tanaman Selasih (Ocimum sanctum L.). Jurnal Akta Agrosia Vol. 11 No. 1 hlm 7 – 12
jan – jun 2008 ISSN 1410 – 335
Madigan M TJ M Martinko and J Parker 2000. Biology
of Microorganism. 9th ed.Prentice Hall. New Jersey.
Subba Rao N S 1977. Soil
Microorganisms and Plant Growth. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar