Rabu, 18 Juni 2014

PERAN MIKROBIOTA TANAH SEBAGAI SIMBION SPESIFIK TANAMAN

Daur nitrogen di alam sebagian besar merupakan serangkaian proses metabolisme mikroba terhadap berbagai bentuk senyawa nitrogen. Daur N meliputi 5 jenis reaksi alih rupa yang saling terkait, yang masing-masing merupakan reaksi oksidasi-reduksi. Kelima reaksi alih rupa N tersebut adalah penambatan N2 (dinitrogen), asimilasi nitrogen, amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi (Mancinelli 2002).
Rhizobium merupakan jenis mikrob penambat N yang mampu bersimbiosis dengan tanaman legum. Berdasarkan taksonominya, Rhizobium masuk ke dalam divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriale famili Rhizobiceae dan genus Rhizobium. Klasifikasi Rhizobium berdasarkan pengelompokkan inokulasi silang. Prinsip pengelompokkan inokulasi silang didasarkan pada kemampuan suatu isolat Rhizobium untuk membentuk bintil pada genus-genus yang terbatas dari spesies legum yang satu sama lain berkerabat dekat. Rhizobium hidup bebas dalam tanah dan dalam daerah perakaran tumbuhtumbuhan legum maupun bukan legum. Walaupun demikian, bakteri Rhizobium dapat bersimbiosis hanya dengan tumbuh-tumbuhan legum, hanya dengan menginfeksi akarnya dan membentuk bintil akar di dalamnya (Subba Rao 1994).
Menurut Madigan  et al (2000) gen yang berperan dalam pembentukan bintil akar oleh Rhizobium disebut dengan gen nod. Gen nod yang berperan dalam menginduksi terjadinya pembengkokan akar rambut dan pembelahan sel tanaman adalah gen nod ABC yang disebut sebagai faktor Nods. Pembentukan bintil diawali oleh akar yang mengeluarkan triptofan dan senyawa lain yang menyebabkan peningkatan jumlah Rhizobium di sekitar akar. Triptofan digunakan oleh bakteri dan diubah menjadi asam indolasetat (IAA) dan dipengaruhi oleh asam-2-ketoglutarat & asam glutamat yang bertindak sebagai substrat. Subba Rao (1977) menyatakan bahwa lAA inilah yang menyebabkan buIu-buiu akar rnembengkok sebelum bakteri rnasuk kedalamnya.
Kebanyakan Rhizobium tumbuh optimum pada pH yang netral. Reaksi optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan Rhizobium pada pH 5,5-7,0 dengan batas kecepatan reaksi pada pH 3,2-5,0 pada keadaan asam dan 9,0-10,0 pada keadaaan alkali. Meskipun demikian ada beberapa strain Rhizobium yang toleran masam. Pada strain ini pertumbuhannya terlihat lebih luas dan mempunyai lendir yang lebih banyak (Elfiati 2006).
AM khususnya penting dalam penyerapan unsur P karena ion-ion fosfat mudah teradsorpsi oleh kompleks lempung dan terdifusi lambat dalam tanah sehingga kekahatan fosfat akan cepat berkembang di sekitar akar yang aktif menyerap. Adanya AM maka hifa-hifa AM akan mampu mengeksplorasi tanah melampaui zona kekahatan fosfat dan meneruskannya ke dalam akar tanaman autobion. Pada saat diserap dan dialihtempatkan oleh hifa AM, maka ion fosfat akan terhindar dari penjerapan. Akibat dari infeksi akar oleh AM maka selain terdapat rhizosfer juga terbentuk zona mikorhizosfer, yaitu volume tanah yang dipengaruhi oleh keberadaan hifa ekstraradikal (Lindermann 2000).
Peningkatan serapan P pada tanaman bermikoriza ditentukan oleh : 1) Spesies tanaman, kebutuhan P tanaman dan potensial tanaman untuk memanfaatkan P tanah. 2) Kandungan P dalam tanah, 3) Infeksi mikoriza yang tergantung pada tanaman dan adaptasi fungi pada tanah dan lingkungan. 4) Efisiensi serapan P dari spesies mikorizanya (Kuyper et al 2004). 
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jamur VAM memberi keuntungan pertumbuhan pada tumbuhan yang terkena kondisi cekaman kekeringan, tetapi jamur VAM tidak dibutuhkan pada kondisi tanpa adanya cekaman, secara relative melengkapi kebutuhan unsur P pada perbandingan tanaman – tanaman. Aktifitas mikoriza pada kondisi cekaman kekeringan tidak hanya pada unsur P yang lebih baik namun juga dari dinaikkanya pengambilan CO2 pada hantaran daun yang lebih baik. Mikoriza dapat meningkatkan nutrisi tanaman dan menghasilkan hormon – hormon pertumbuhan seprti auksin dan giberelin serta tanaman yang bermikoriza mampu tumbuh lebih baik karena dapat mengambil unsur hara seperti N, P dan K lebih banyak dari dalam tanah (Mayerni et al 2008).



DAFTAR PUSTAKA

Elfiati 2006. Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus, No. 3 2007, Hlm. 371 – 378.
Kuyper TW Cardoso IM Onguene NA Murniatiand Van Noordwijk M 2004. Managing Mycorrhiza in Tropical Multispecies Agroecosystem. In:Belowground Intsractiuns in Tropical Agroecosystem. Van Noordwijk,M., Cadish,G. and Ong,C.K. (eds). CABI Publishing.243-259
Lindermaan 2000. Effect or Mychorizhas on Plant Tolerance To Desaese. In : Arbuscular Mychorizas : Psicology and Function. Kapulnik, Y. and Douds, D.D Jr. (eds) Kluwer Academic Publisher. Netherlands. 345-365.
Mancinelli 2002. Building Soila for Better Crops. Organic Matter Management. Univ. Of Nebraska Press. Lincoln.
Mayerni R D Hervani 2008. Pengaruh Jamur Mikoriza Arbuskular terhadap Pertumbuhan Tanaman Selasih (Ocimum sanctum L.). Jurnal Akta Agrosia Vol. 11 No. 1 hlm 7 – 12 jan – jun 2008 ISSN 1410 – 335
Madigan  M TJ M Martinko and J Parker 2000. Biology of Microorganism. 9th ed.Prentice Hall. New Jersey.
Subba Rao N S 1977. Soil Microorganisms and Plant Growth. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Random