Pertanian konvensional
selain menimbulkan dampak negatif dari penggunaan pestisida sintetis, ternyata
pemberian input berupa pupuk anorganik juga banyak menimbulkan masalah.
Sulistyowati (1999), menyatakan bahwa akibat penggunaan pupuk kimia, tanah
menjadi keras, sehingga energi yang dibutuhkan untuk mengolah tanah menjadi
lebih berat. Cacing-cacing tanah yang berfungsi menggemburkan tanah secara
alami tidak mampu mengikuti kecepatan penguraian yang diperlukan manusia.
Pupuk organik
adalah pupuk yang berasal dari bahan organik, seperti hijauan (jerami, batang
pisang, dan hijauan lainnya} dan kotoran hewan (kotoran kambing, sapi, ayam,
kelinci, kerbau, dan sebagainya). Sebelum digunakan bahanbahan tersebut
terlebih dahulu difermentasikan. Pupuk kandang atau kornpos biasanya dicampur
dengan bahan-bahan alami lainnya yang berada di lahan pertanian atau di
sekitarnya (Andoko 2002).
Secara ekologi,
cacing tanah terbagi dalam 3 kelompok yaitu epigeik, endogeik dan aneciqueik.
Ketiga kelompok tersebut memiliki kontribusi yang bervariasi terhadap kesuburan
tanah. Cacing epigeik merupakan cacing tanah yang hidup dan aktif pada lapisan
permukaan tanah, tidak membuat lubang dan pemakan serasah. Cacing endogeik
ukuran tubuh lebih besar dan peranannya penting dalam penyuburan solum tanah,
karena pergerakannya cepat sehingga aktif membuat lubang di tanah. Cacing
aneciqueik mempunyai bobot yang paling berat dari kelompok lainnya, dengan kebiasaan
makan dan membuang kotoran di permukaan tanah, sehingga berperan dalam meningkatakan
kesuburan tanah lapisan atas. Bila dikaitkan dengan kedalaman perakaran
tanaman, tipe endogeik akan lebih cepat pengaruhnya terhadap tanaman keras atau
tanaman tahunan, sedangkan tipe epigeik dan aneciqueik akan lebih terlihat pengaruhnya
pada tanaman semusim atau yang berakar dangkal (Hanafiah et al 2010).
Populasi cacing tanah tertinggi
terdapat pada musim penghujan (kadar air 12-30 %) dan populasinya akan menurun
pada musim kemarau. Cacing Aporrectodea
caliginosa yang termasuk spesies epigeik dan akutik umumnya dijumpai pada
lahan yang diairi, sedangkan Lumbricus
rubellus mampu menembus tanah hingga lapisan lebih dalam, tidak dipengaruhi
oleh ada atau tidaknya pengairan. Pada tanah-tanah tergenang, populasi cacing
tanah umumnya rendah. Penyebaran, kepadatan dan keragaman cacing tanah sangat
dipengaruhi oleh kandungan lengas tanah, jenis tanah, vegetasi dan pH
(Brady et al 2002).
(Brady et al 2002).
Cacing tanah
hidup kontak langsung dengan tanah dan memiliki kontribusi penting terhadap
proses siklus unsur hara di dalam lapisan tanah, tempat akar tanaman terkonsentrasi.
Selain itu lubang yang dibuat cacing tanah sering merupakan proporsi utama
ruang pori makro di dalam tanah, sehingga cacing tanah dapat secara nyata mempengaruhi
kondisi tanah yang berhubungan dengan hasil tanaman (Ansyori 2004).
Proses pengomposan pada vermikompos
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu : pengadaan cacing tanah, perbanyakan
cacing tanah dan proses pengomposan. Kelebihan model pengomposan ini yaitu
dapat dilakukan di wilayah pemukiman padat dengan menggunakan kotak kayu
berukuran kecil. Dalam pembuatan vermikompos hanya ada beberapa jenis cacing
yang sangat aktif dalam perombakan organik. Jenis cacing yang paling
efisien dalam pengomposan adalah Eiscenia fetida dan E. eugeniae, sedangkan jenis yang cukup baik adalah berasal dari
genus Perionyx (Sutanto 2002).
Bahan organik tanaman merupakan
sumber energi utama bagi kehidupan biota tanah, khususnya makrofauna tanah,
sehingga jenis dan komposisi bahan organik tanaman menentukan kepadatannya.
Bahan organik tanaman akan mempengaruhi tata udara pada tanah dengan adanya
jumlah pori tanah karena aktivitas biota tanah. Oleh aktivitas biota tanah, bahan
organik tanaman dirombak menjadi mineral dan sebagian tersimpan sebagai bahan
organik tanah. Bahan organik tanah sangat berperan dalam memperbaiki sifat
fisik tanah, meningkatkan aktivitas biologi tanah dan meningkatkan ketersediaan
hara bagi tanaman (Sugiyarto 2007).
Peran aktif mesofauna dan makrofauna
tanah dalam menguraikan bahan organik dapat mempertahankan dan mengembalikan produktivitas
tanah dengan didukung faktor lingkungan disekitarnya. Keberadaan dan aktivitas
mesofauna dan makrofauna tanah dapat meningkatkan aerasi, infiltrasi air,
agregasi tanah, serta mendistribusikan bahan organik tanah sehingga diperlukan
suatu upaya untuk meningkatkan keanekaragaman mesofauna dan makrofauna tanah
(Wulandari 2005).
Cacing tanah epigeic peran
utamanya adalah sebagai aktor pelumat dan pemotong seresah daun dan
mentransformasikan menjadi bahan organik yang lebih stabil cacing ini tidak
membentuk liang, berukuran kecil dan berwarna. Cacing tanah anesic makan
tanah dan seresah dipermukaan tanah kemudian dibawa masuk kedalam tanah, cacing
ini berukuran besar; untuk bagian dorsal berwarna. Untuk cacing tanah endogeik
adalah cacing tanah yang hidup dan memperoleh makanan didalam tanah, cacing ini
tidak berwarna (Dewi 2007).
DAFTAR
PUSTAKA
Andoko A 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Ansyori 2004. Potensi Cacing Tanah Sebagai Alternatif
Bio-Indikator Pertanian Berkelanjutan. IPB. Bogor. Makalah Falsafah Sains
(PPS 702).
Brady NC
and Weil RR 2002. The Nature and
Properties of Soils. Thirtheenh Edition. Pearseon Education, Inc. Upper
Saddle River, New Jarsey. 960 hal.
DewiWS
2007. Dampak Alih Guna Hutan Menjadi
Lahan Pertanian: Perubahan Diversitas Cacing Tanah dan Fungsinya Dalam
Mempertahankan Pori Makro Tanah. Desertasi:
Program Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Unibraw. Malang.
Hanafiah
2005. Biologi Tanah, Ekologi dan
Makrobiologi Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hanafiah KA A Napoleon N Ghofar 2010. Biologi tanah: Ekologi dan
makrobiologi tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sugiyarto
2007. Preferency of soil macrofauna to crops residue at different light
intensity. Biodiversitas vol. 8, no. 2.
Sulistyowati A 1999. Pertanian Organik dalam Sejarah
Peradaban. Jakarta: Wacana edisi 17 Mei-Juni 1999,
Sutanto
Rachman 2002. Pertanian Organik.
Kanisius. Yogyakarta.
Wulandari
Suteni et al 2005. Decomposition Of
Crop Organic Matters And Their Influence To Diversity Of Soil Mesofauna And Macrofauna
Under Paraserianthes’stand (Paraserianthes Falcataria). Bioteknologi 4 (1): 20-27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar