Pada lahan pertanian, rendahnya jumlah dan diversitas
vegetasi dalam suatu luasan menyebabkan rendahnya keragaman kualitas masukan
bahan organic dan tingkat penutupan permukaan tanah oleh lapisan seresah.
Tingkat penutupan (tebal tipisnya) lapisan seresah pada permukaan tanah
berhubungan erat dengan laju dekomposisinya (pelapukannya). Semakin lambat
terdekomposisi maka keberadaannya di permukaan tanah menjadi lebih lama
(Hairiah et al 2000). Laju dekomposisi seresah ditentukan oleh kualitasnya
yaitu nisbah C:N, kandungan lignin dan polyphenol. Seresah dikategorikan
berkualitas tinggi apabila nisbah C:N <25, kandungan lignin <15 % dan polyphenol
<3 %, sehingga cepat dilapuk (Palm Sanchez 1991).
Tanah diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi
lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan
tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah
dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror dkk 1992). Wallwork (1976), menegaskan
bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu.
Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan
serangga tanah di hutan, adalah, struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan
penetrasi, kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap
perkembangan dalam daur hidup, suhu tanah mempengaruhi peletakan telur,cahaya
dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.
Kelompok
makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari milipida, isopoda, insekta,
peranannya dalam proses dekomposisi, aliran karbon, redistribusi unsur hara,
siklus unsur hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah. Biomasa cacing
tanah telah diketahui merupakan bioindikator yang baik untuk mendeteksi
perubahan pH, keberadaan horison organik, kelembaban tanah dan kualitas
humus.Rayap berperan dalam pembentukan struktur tanah dan dekomposisi bahan
organik (Maftu’ah et al 2005).
Perubahan
vegetasi di permukaan tanah akan berpengaruh terhadap iklim mikro dan kondisi
tanah sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kehidupan makrofauna.
Aktivitas makrofauna juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil
tanaman melalui pengaruh secara langsung seperti penyerbukan dan hama, ataupun
secara tidak langsung dalam berbagai proses dekomposisi dan biologi tanah.
Makrofauna yang aktif di permukaan tanah memiliki mobilitas yang tinggi dalam
mencari sumber makanan sehingga bergerak secara leluasa dari tempat yang satu
ke tempat yang lainnya (Dewi 2008).
Apabila
nilai koefisien indeks keanekaragamannya lebih dari 3 maka laju dekomposisi
yang terjadi tinggi. Apabila nilai koefisien indeks keanekaragamannya antara 1
sampai 3 maka laju dekomposisi yang terjadi sedang dan bila nilai koefisien
indeks keanekaragamannya kurang dari 1 maka laju dekomposisi yang terjadi rendah.
Hubungan yang terjadi antara laju dekomposisi dengan indeks keanekaragaman yang
terjadi pada hasil penelitian ini adalah kurang dari 1 berarti terdapat
hubungan yang lemah antara laju dekomposisi dengan indeks keanekaragaman fauna
tanah (Suwondo 2002).
Fauna
tanah memerlukan persyaratan tertentu untuk menjamin kelangsungan hidupnya.
Struktur dan komposisi makrofauna tanah sangat tergantung pada kondisi
lingkungannya. Makrofauna tanah lebih menyukai keadaan tanah yang lembap dan
masam lemah sampai netral, faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas
organisme tanah yaitu, iklim (curah hujan, suhu), tanah (kemasaman, kelembaban,
suhu tanah, hara), dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya matahari
(Makalew 2001).
Salah satu kelompok
organisme yang penting dalam ekosistem tanah dan berperan sebagai agen peningkat
pertumbuhan tanaman adalah rizobakteri yaitu bakteri yang hidup di rizosfir
tanaman dan mengalami interaksi yang intensif dengan akar tanaman maupun tanah.
Kesehatan biologis suatu tanah akan banyak ditentukan oleh dominasi rizobakteri
ini atas mikroorganisme patogen sehingga tanaman mendapatkan manfaat yang
optimal dari keberadaan rizobakteri non patogen (Hindersah R et al 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Borror, D.J., C.A. Triplehorn dan N. F. Johnson 1992..Pengenalan
Pelajaran Serangga. Edisi keenam. Soetiono Porto Soejono. Gajah mada university
Press. Yogyakarta.
Buck, C., M. Langmaack, and S. Schrader 1999. Nutrient
content of earthworm cast influenced by different mulch types. Eur. J. Soil
Biol. 55: 23-30.
Dewi
2008. Keragaman Makrofauna Tanah Dalam Pertanaman Palawija Di Lahan Kering Pada
Saat Musim Penghujan. Jurnal Sains Tanah. Volume 5 no. 1,7-12, Januari 2008.
Hanafiah
et al 2005. Biologi Tanah, Ekologi dan Makrobiologi Tanah.
Rajagrafindo Persada : Jakarta
Hindersah,
R & Tualar Siarmata 2004. Potensi Rizobakteri Azotobacter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 127-133.
Makalew
A D N 2001. Keanekaragaman Biota Tanah Pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah
(TOT). Makalah Falsafah sains program pasca sarjana /S3. Bogor:IPB.
Pankhurst
CE 1994. Biological Indicators of Soil Health and Sustainable Productivity. In
: Soil Resilience and Sustainable Land Use. D.J. Greenland and I. Szabolsc
(eds.). Cab International.
Rahmawaty 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan
Perannya pada Komunitas Rhizopora spp. Dan Komunitas Ceriops tagal Di
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis program pascasarjana
IPB. Bogor.
Suwondo
2002. “Komposisi Dan Keanekaragaman Mikroarthropoda Pada Tanah Sebagai
Indikator Karakteristik Biologi Pada Tanah Gambut”. J. Natur Indonesia
4(2): 112-186.
Wallwork An pr
JA 1976. The Distribution And Diversity of Soil Fauna. Academic PressBogor,
Museum Zoologi Bogor. Puslitbang Biologi-LIPI. Biota Vol. III (I).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar