Rabu, 18 Juni 2014

DORMANSI BENIH



Benih merupakan komponen teknologi kimiawi biologis pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi . Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo 2002).
Ketidakmampuan biji untuk berkecambah bergantung pada kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat/ sesuai. Dormansi bertujuan untuk mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai (panas, dingin, kekeringan dll).  Mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan dan kesintasan yang tepat (Iriawati 2010).
Banyak cara untuk mematahkan dormansi benih padi selain cara diatas antara lain yaitu dengan pemanasan 500 C sampai 7 hari, Co-aplikasi dalam larutan KNO3 0,2% untuk membasahi substrat, kombinasi antara pemanasan 500 C selama 2 hari dan perendaman KNO3 3% atau air selama 1–2 hari, dan perendaman dalam larutan KNO3 dengan konsentrasi 2% - 3% dan lama perendaman 1 – 2 hari tergantung pada. Misalnya pada varietas rojolele dapat dipatahkan dormansinya dengan pemanasan 500 C dan perendaman pada air (suhu 27–280 C) selama 48 jam (Priadi et al 2007).
Untuk mengatasi masalah dormansi diperlukan metode pematahan dormansi yang efektif yang dapat meningkatkan validitas hasil pengujian daya berkecambah, dan mengatasi masalah dormansi pada saat benih diperlukan untuk segera ditanam. Pematahan dormansi dikatakan efektif jika menghasilkan daya berkecambah 85% atau lebih (Ilyas 2007).
Dormansi benih dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas (oksigen), embrio yang belum tumbuh secara sempurna. Hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat zat pengatur tumbuh di dalam embrio (Saleh 2004).
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embry (Yeni 2005).
Dormansi pada beberapa jenis buah disebabkan oleh: 1) struktur benih, misalnya kulit benih, braktea, gluma, perikarp dan membran, yang mempersulit keluar masuknya air dan udara; 2) kelainan fisiologis pada embrio; 3) penghambat (inhibitor) perkecambahan atau penghalang lain-lainnya; atau 4) gabungan dari faktor-faktor di atas (Justice 1979).
Benih dorman adalah benih yang sebenarnya hidup tetapi tidak mau berkecambah meskipun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat untuk berkecambah.  Penyebab dormansi antara lain adalah: impermeabilitas kulit biji terhadap air atau gas-gas (sangat umum pada famili leguminosae), embrio rudimenter, halangan perkembangan embrio oleh sebab-sebab mekanis, dan adanya bahan-bahan penghambat perkecambahan (Setyorini 2002).
Benih-benih tertentu, misalnya padi yang baru dipanen dapat mengalami dormansi. Tetapi dormansi ini dapat dipecahkan jika benih telah mengalami penyimpanan kering, yang disebut dengan after ripening. Perlakuan benih dengan suhu tinggi dilaporkan dapat memecahkan dormansi ini (Mugnisjah et al 1994).
Perbedaan ukuran buah dan biji menunjukkan adanya modifikasi diri dalam karakteristik fisik dan fisiologis biji. Untuk mendesain teknologi pematahan dormansi biji diperlukan pengetahuan tentang karakteristik bijinya, meliputi: sifat fisik biji, struktur biji dan karakter fisiologis dan genetik biji (Suharto 2004).
             Lamanya dormansi pada kebanyakan biji serealia umumnya ditentukan oleh faktor genetik. Kultur praktis (seperti penggunaan pupuk) memberikan pengaruh yang kecil. Disisi lain faktor lingkungan mempengaruhi panjangnya dormansi. Cuaca yang kering dan panas selama perkembangan biji memperpendek dormansi setelah panen. Fase dough merupakan fase pertengahan kematangan yang mengikuti masak susu dan diakhiri dengan masak panen. Pada fase ini matriks biji lembut dan doughly. Panjangnya masa dormansi berkaitan dengan varietas dan akumulasi suhu (Christensen 1974).
Dormansi pada benih menggambarkan keadaan benih yang sudah masak secara fisiologis dan hidup tetapi gagal berkecambah dalam kondisi optimum. Dormansi pada benih padi misalnya, merupakan mekanisme untuk melindungi gabah berkecambah pada saat masih di lapang dalam kondisi basah. Berbagai metode pematahan dormansi yang direkomendasikan untuk digunakan dalam pengujian daya kecambah telah terdokumentasi dengan baik, namun efektivitasnya sangat dipengaruhi oleh varietas, intensitas dormansi, dan periode after ripening (Seshu 1986).
               Daya kecambah biji yang sangat rendah yang diduga disebabkan adanya dormansi fisiologis yaitu after ripening. Ini dapat dihubungkan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa masa dormansi biji kayu afrika cukup lama yaitu 2-7 bulan, dan  percepatan masa dormansi tersebut dapat dilakukan pada kelembaban tinggi (media) benih.  Selain itu, biji kayu Afrika juga diduga mengalami dormansi kulit biji akibat kulit biji yang keras dan cukup tebal yang dapat merendahkan vigor benih (Haygreen dan Bowyer 1993).
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Biji-biji keras pada spesies tanaman pertanian seringkali diskarifikasi sebelum penanaman untuk mempercepat, menyeragamkan penyerapan air, perkecambahan dan tegaknya tanaman. Mesin skarifikasi atau pelukaan mekanik memanfaatkan gerakan menggiling, mengaduk, atau memecah yang menggosok atau menggesek benih secara bersama-sama dan membenturkan pada permukaan abrasive. Walaupun metode ini meningkatkan permeabilitas air benih, tetapi harus digunakan dengan memperhatikan hal-hal tertentu. Skarifikasi yang ceroboh atau merugikan dapat mrusak benih/biji. Skarifikasi kimiawi dengan asam sulfat, asam hidroklorida, sodium hidroksida, aseton, serta alkohol yang juga telah digunakan. Asam sulfat yang dipakai paling luas dan efektif adalah dalam bentuk murni atau mentah dan terkonsentrasi/pekat. Walaupun demikian, terdapat pengecualian untuk biji-biji kapas, skarifikasi kimiawi tidak banyak dilakukan secara komersial, karena bahan-bahan tersebut sangat berbahaya/merugikan atau berisiko, biji harus benar-benar dibersihkan dan dikeringkan setelah perlakuan itu, serta penurunan perkecambahan dapat terjadi apabila dilakukan secara berlebihan (Yeni 2005).
Biji-biji keras pada spesies tanaman pertanian seringkali diskarifikasi sebelum penanaman untuk mempercepat, menyeragamkan penyerapan air, perkecambahan dan tegaknya tanaman. Mesin skarifikasi atau pelukaan mekanik memanfaatkan gerakan menggiling, mengaduk, atau memecah yang menggosok atau menggesek benih secara bersama-sama dan membenturkan pada permukaan abrasive. Walaupun metode ini meningkatkan permeabilitas air benih, tetapi harus digunakan dengan memperhatikan hal-hal tertentu. Skarifikasi yang ceroboh atau merugikan dapat mrusak benih/biji. Skarifikasi kimiawi dengan asam sulfat, asam hidroklorida, sodium hidroksida, aseton, serta alkohol yang juga telah digunakan. Asam sulfat yang dipakai paling luas dan efektif adalah dalam bentuk murni atau mentah dan terkonsentrasi/pekat. Walaupun demikian, terdapat pengecualian untuk biji-biji kapas, skarifikasi kimiawi tidak banyak dilakukan secara komersial, karena bahan-bahan tersebut sangat berbahaya/merugikan atau berisiko, biji harus benar-benar dibersihkan dan dikeringkan setelah perlakuan itu, serta penurunan perkecambahan dapat terjadi apabila dilakukan secara berlebihan (Copeland 1976).
 Dormansi yaitu peristiwa dimana benih mengalami masa istirahat (Dorman). Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya (Elisa 2009). 
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu: (1)Kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi. (2)Larutan asam tidak mengenai embrio.
Pematahan dormasi pada praktikum kali ini adalah dengan menggunakan zat kimia berupa kalium nitrat KNO3 dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, dan larutan asam sulfat (HNO3). benih yang digunakan adalah benih padi (Oryza sativa) varietas Ciherang dan IR64. Perendaman bibit padi dengan zat kimia tersebut adalah agar kulit luar padi yang berisifat impermeable terhadap udara dan air dapat lunak dan tidak menghalangi masuknya udara dan air tersebut. Jika kulit biji telah lunak oleh zat kimia tersebut maka dengan mudah udara dan air dapat masuk sehingga benih dapat tumbuh. 
Pemecahan dormansi pada benih semangka non biji dilakukan dengan membuka sedikit ujung pangkal benih menggunakan penjepit atau alat pemotong kuku dan merendam dalam larutan fungisida selama ± 5 menit, kemudian diletakkan dalam kertas yang digulung dan dimasukkan dalam kotak karton tertutup yang disinari lampu 5 watt berwarna hijau ± 2 hari. 
Bawang merah adalah tanamn yang memiliki akar serabut, batang sejati, bentuk pipih dan batang semu dengan bentuk pelepah daun, daun berbentuk bulat berlubang dan umbi  berwarna merah. Sebelum dilakukan penanaman bawang merah perlu dilakukan perlakuan pemotongan ujung umbi.  Pemotongan ujung umbi bibit ini ini dimaksudkan untuk membuang penghambat tumbuh tunas umbi yang  berada pada ujung umbi.  Pemotongan ujung umbi ditentukan atas dasar lama penyimpanan bibit atau masa dormansi.  Besar pemotongan ujung umbi ditentukan oleh varietas dan lama penyimpanan, semakin lama masa penyimpanan maka semakin sedikit pemotongan ujung umbinya. Fase pertumbuhan awal  bawang merah terjadi pada 0 – 10 hari setelah tanam, fase pertumbuhan vegetatif pada 11 – 35 hari setelah tanam, fase pembentukan umbi pada 36 – 50 hari setelah tanam, dan fase pematangan umbi 51 – 65 hari setelah tanam.

Perlakuan benih padi dalam pematahan dormansinya pada KNO3 1% didapatkan hasil pada 5 benih yang dikecambahkan mempunyai KK dan DK yang mencapai 100% pada sebagian besar pengamatan setiap kelompok. Pematahan Dormansi Benih Padi (Oryza sativa) Perendaman pada KNO3 2% didapatkan hasil jumlah KK dan DK yang rata-rata 100% dan 80% yang tergolong baik dari berbagai pengamatan kelompok. Pada perendaman pada KNO3 3% didapatkan hasil jumlah KK dan DK yang rata-rata 100% dan 80% yang tergolong baik dari berbagai pengamatan kelompok. Begitu pula ditemui pada Perendaman pada KNO3 4% didapatkan hasil jumlah KK dan DK yang rata-rata 100% dan 80% yang tergolong baik dari berbagai pengamatan kelompok.
Pematahan Dormansi Benih Padi (Oryza sativa) Perendaman pada HNO3 0,01 N didapatkan hasil pada setiap kelompok jumlah KK dan DK yang sebagian besar 0%. Hal ini dimungkinkan zat kimia HNO3 0,01 N kurang efektif apabila digunakan untuk pematahan dormansi benih padi. Pematahan Dormansi Bawang Merah (Allium ascalonicum) didapatkan hasil pada varietas bawang merah lokal didapat KK dan DK 100%, hal tersebut juga ditemui pada bawang merah varietas bima yang mempunyai jumlah DK dan KK 100%.
Benih dorman adalah benih yang sebenarnya hidup tetapi tidak mau berkecambah meskipun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat untuk berkecambah. Penyebab dormansi antara lain adalah: impermeabilitas kulit biji terhadap air atau gas-gas (sangat umum pada famili leguminosae), embrio rudimenter, halangan perkembangan embrio oleh sebab-sebab mekanis, dan adanya bahan penghambat perkecambahan (Setyorini 2002).
Adanya dormansi biji pada suatu biji tanaman maka perlu adanya perlakuan khusus seperti usaha pematahan dormansi baik secara mekanik maupun secara kimia. Akan tetapi ada sebagian keuntungan yang didapatkan dari adanya sifat dormansi biji tersebut salah satunya adalah biji tersebut dapat disimpan terlebih dahulu hingga massa tanam ditentukan. Dengan petani dapat mengatur kapan biji tersebut ditanam tanpa takut biji membusuk atau berkecambah sebelum waktunya.
Pematahan dormansi perlu dilakukan agar benih dapat berkecambah, terutama karena keadaan lingkungan dan faktor-faktor yang mendukung perkecambahan telah terpenuhi. Apabila tidak dipatahkan, hal ini akan merugikan bagi para petani karena para petani harus menunggu sampai masa dormansinya berakhir (Chapman et al 1976).
Tipe Pematahan dormansi ada enam tipe, yaitu :
1.      Immature embryo
Benih secara fisiologis belum mampu berkecambah, karena embryo belum masak walaupun biji sudah masak. Pematangan secara alami setelah biji disebarkan. Pematangan secara buatan melanjutkan proses fisiologis pemasakan embryo setelah biji mencapai masa lewat-masak (after-ripening).
2.      Dormansi mekanis
Perkembangan embrio secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras. Pematangan secara alami dengan dekomposisi bertahap pada struktur yang keras. Pematangan secara buatan dengan meretakkan mekanis.
3.      Dormansi fisis
Imbibisi/penyerapan air terhalang oleh lapisan kulit biji/buah yang impermeable. Pematangan secara alami dengan fluktuasi suhu. Pematangan secara buatan dengan skarifikasi mekanis, pemberian air panas atau bahan kimia.
4.      Dormansi kimia
Buah atau biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menghambat perkecambahan. Pematangan secara alami dengan pencucian (leaching) oleh air, dekomposisi bertahap pada jaringan buah. Pematangan secara buatan dengan menghilangkan jaringan buah dan mencuci bijinya dengan air.


5.      Foto dormansi
Biji gagal berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhi oleh mekanisme biokimia fitokrom. ematangan secara alami dan buatan dengan pencahayaan.
6.      Thermo dormansi
Perkecambahan rendah tanpa adanya perlakuan dengan suhu tertentu. Pematangan secara alami dengan penempatan pada suhu rendah di musim dingin, pembakaran, pemberian suhu yang berfluktuasi. Pematangan secara buatan dengan stratifikasi atau pemberian perlakuan suhu rendah, pemberian suhu tinggi dan pemberian suhu berfluktuasi (Saleh, 2004).
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu:
1.      Kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi.
2.      Larutan asam tidak mengenai embrio.




Pematahan dormansi yang dilaksanakan pada praktikum ini berupa teknik perendaman dengan menggunakan zat kimia berupa kalium nitrat (KNO3) 1%, KNO3 2%, KNO3 3%, KNO3 4%, dan HNO3 1 N. Sedangkan benih yang digunakan pada praktikum kali ini adalah benih padi (Oryza sativa). Perlakuan perendaman ke dalam zat kimia tersebut dapat melunakkan kulit benih yang keras, sehingga benih menjadi permeabel terhadap air dan oksigen. Selain itu, perendaman benih kedalam zat kimia tersebut dapat memacu aktivitas enzim untuk melakukan perombakan cadangan makanan pada benih. Imbibisi dapat mengaktifkan enzim-enzim perombakan yang menjadikan karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa-senyawa aktif, selanjutnya didukung perlakuan ekstraksi 30 hari yang menyebabkan berkurangnya senyawa-senyawa yang dapat menghambat perkecambahan benih. Benih yang cepat berkecambah berarti memiliki kesempatan tumbuhnya axis embrio lebih panjang hingga memungkinkan terjadinya pembengkakan pada bagian ujungnya sebagai tempat tumbuhnya akar dan plumula sehingga lebih panjang. Oleh karena itu, benih dapat berkecambah karena kulit benih menjadi lunak, permeable, dan aktivitas enzim meningkat (Saleh, 2004).
 Keefektifan metode pematahan dormansi dipengaruhi oleh penyebab dormansi, persistensi dan intensitas dormansi. Benih yang memiliki persistensi dormansi panjang dengan intensitas dormansi tinggi umumya lebih sulit dipatahkan dibandingkan dengan benih yang mempunyai persistensi dormansi pendek dengan intensitas dormansi rendah.



DAFTAR PUSTAKA
Chapman S R and P C Lark 1976. Crop Production Principle And Practices. WH Freemon. Co. SF.
Christensen C M 1974.  Storage of Cereal Grains and Their Products. American Association of Cereal Chemist, Inc. USA.
Coppeland l D 1976.Principles Of Seed Science and Tecnology. Minnesota  : Burgess Publ. Co.
Elisa 2009. Dormansi. http://elisa.ugm.ac.id/files/yeni_wn_ratna/6L4WiASR/III-dormansi.doc.  Diakses  pada 12 Mei 2014.
Hygreen J G dan JL Bowyer 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ilyas S dan WT Diarni 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista.Vol. 11 (2): 92-101.
Iriawati 2010. Perkembangan Biji. Diakses dari www.perkembangan biji.pdf. Diakses pada 7 Mei 2014.
Justice O L dan L N Baas 1979.Principle and Practices of SudStroge.Castle House Pulb/ Ltd great.
Mugnisjah WQ A Setiawan Suwarto dan C Santiwa 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Priadi D T Kuswara dan U Soetisna 2007. Padi Organik Versus Non Organik: Studi Fisiologi Benih Padi (Oryza sativa L.) Kultivar Lokal Rojolele. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 9(2): 130 – 138.
Saleh M S 2004. Pematahan dormansi  benih Aren secara fisik pada berbagai lama ektraksi buah. Jurnal Agrosains 6(2): 89-95.
Saleh M S 2004. Pematahan dormansi benih Aren secara fisik pada berbagai lama ektraksi buah. J. Agrosains Vol 6(2) : 89-95.
Seshu D V 1986. Genetic Studies on Seed Dormancy in Rice Genetics. Procedding of The International Rice Genetics Symphosium. IRRI. Manila. Philippines.
Setyorini LE 2002. Perkecambahan Benih/Biji. http://public.ut.ac.id . Diakses pada tanggal 28 April 2014.
Suharto E 2004. Struktur Biji, Sifat Fisik Biji, dan Karakteristik Benih Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl) Provenan Padang Jaya. J. Akta Agrosia Vol 7(1): 24 – 32.
Sutopo Lita 2002.Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Random